TUGAS Ilmu Sosial Dasar
PERTUMBUHAN PENDUDUK DUNIA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari waktu ke waktu, ilmu pengetahuan selalu berkembang diseluruh dunia baik dalam bidang teknologi informasi, teknologi industri, energi, kesehatan, biologi, kimia, pertanian, transportasi, dan lain sebagainya. Pengembangan ilmu pengetahuan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Segala hal diupayakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Saat ini, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan pangan merupakan hal yang sangat penting.
Tingkat pertumbuhan penduduk dan ketersediaan pangan memiliki hubungan yang sangat erat. Pertumbuhan penduduk dalam sebuah negara harus diimbangi dengan meningkatnya jumlah ketersediaan pangan bagi para penduduknya. Thomas Robert Malthus (1798) telah memprediksi bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan penyediaan pangan yang memadai bagi penduduknya. Malthus dalam teorinya mengungkapkan bahwa peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kekurangan pangan. Sehingga diperlukan suatu usaha yang maksimal untuk menciptakan sebuah keseimbangan antara tingkat pertumbuhan penduduk dan ketersediaan pangan.
Begitupun jumlah penduduk Indonesia yang melonjak cukup pesat harus menjadi perhatian pemerintah. Pertumbuhan penduduk pasti mempengaruhi ketahanan pangan. Suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menjadi pemicu utama lahirnya persoalan pangan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
Apakah hubungan antara perkembangan penduduk dengan ketersediaan pangan ?
Bagaimana perkembangan penduduk dan ketersediaan pangan di Indonesia ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat yang diharapkan melalui makalah ini adalah :
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hubungan antara perkembangan penduduk dengan ketersediaan pangan.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan penduduk dan ketersediaan pangan di Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hubungan antara Perkembangan Penduduk dan Ketersediaan Pangan
Dalam publikasi terbaru yang diterbitkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) PBB mengenai “indeks harga makanan”, indeks yang mengukur perubahan harga sekeranjang komoditas pangan dunia secara bulanan, secara jelas menunjukkan bahwa harga komoditas tersebut mengalami kenaikan terus-menerus dalam beberapa tahun terakhir di berbagai belahan dunia.
Harga pangan dianggap sebagai “tsunami bisu” yang akan mempengaruhi kehidupan jutaan orang, karena tampaknya era makanan murah telah berakhir dan beban dari harga-harga baru ini akan semakin membuat dunia “tenggelam” seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia.
Meningkatnya harga pangan ini secara nyata bertepatan dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai ketersediaan pangan dunia pada indeks harga berapa pun. Hal ini mengkhawatirkan terutama bagi negara-negara berkembang di mana sejumlah lapisan masyarakat yang paling rentan semakin dihadapkan pada ketidakpastian apakah mereka mampu memperoleh makanan berikutnya atau tidak.
Keluarga miskin yang pendapatannya terbatas cenderung menghabiskan sebagian besar pendapatannya pada makanan, dan karena kenaikan harga pangan tidak disertai dengan kenaikan upah, akibatnya kaum miskin sering menjadi pihak yang harus membayar konsekuensi tertinggi akibat kenaikan harga tersebut.
Beberapa faktor berkontribusi terhadap kenaikan harga pangan saat ini. Kenaikan jumlah populasi dunia secara keseluruhan mengindikasikan akan bertambahnya jumlah individu yang harus diberi makan, kenaikan permintaan jumlah makanan dan kualitas makanan yang lebih baik dari negara-negara seperti India atau China.
Seiring dengan semakin meningkatnya kualitas kehidupan mereka, pergeseran global ke arah konsumsi makanan yang berprotein tinggi (lebih mahal untuk diproduksi), meningkatnya penggunaan biofuel yang menghapus sejumlah lahan untuk pertanian dan mengurangi kuantitas lahan yang digunakan untuk pangan secara keseluruhan, berkembangnya isu mengenai perubahan iklim, kegagalan panen dan penurunan produktivitas pertanian seiring dengan semakin banyaknya penduduk yang pindah ke kota dan mencari pekerjaan di sektor non-pertanian.
Kecenderungan-kecenderungan ini terlihat relevan untuk jangka waktu dekat maupun panjang dan hal ini mengindikasikan bahwa harga pangan akan cenderung terus meningkat, tidak akan menurun seiring waktu berjalan. Dengan tidak adanya solusi yang cukup untuk mengatasi isu ini sekarang, pada akhirnya kelaparan akan menjadi isu yang paling penting di seluruh dunia untuk beberapa tahun ke depan.
Meningkatnya kekhawatiran terhadap harga pangan dan bagaimana hal ini berdampak pada tingkat kemiskinan dan pembangunan, terbukti oleh kerusuhan dan revolusi yang terjadi di Timur Tengah. Harga pangan merupakan pendorong terjadinya kerusuhan sosial yang menyebar di Tunisia dan selanjutnya berkembang menjadi isu di beberapa negara lain. Tingginya harga pangan menyebabkan jutaan orang jatuh ke jurang kemiskinan, mengakibatkan kerusuhan, ketidakstabilan ekonomi dan meruntuhkan kekuasaan pemerintah di negara-negara berkembang tersebut.
Permasalahan ketahanan pangan, di antara yang lainnya, merupakan salah satu isu sentral dari peringatan ke-20 tahun World Economic Forum (WEF) yang dilangsungkan di Jakarta pertengahan Juni ini, di mana pemerintah, pebisnis, dan pemangku kebijakan menggarisbawahi kebutuhan akan adanya usaha keras untuk mengembangkan solusi yang berkelanjutan mengenai masalah ketahanan pangan global.
Permasalahan ketahanan pangan, di antara yang lainnya, merupakan salah satu isu sentral dari peringatan ke-20 tahun World Economic Forum (WEF) yang dilangsungkan di Jakarta pertengahan Juni ini, di mana pemerintah, pebisnis, dan pemangku kebijakan menggarisbawahi kebutuhan akan adanya usaha keras untuk mengembangkan solusi yang berkelanjutan mengenai masalah ketahanan pangan global.
Akan tetapi, hal yang dapat menjadi sebuah kejutan adalah ketika WEF tidak berupaya menambah produksi pangan secara keseluruhan, karena pada dasarnya dunia saat ini telah memproduksi pangan lebih dari cukup untuk setiap orang.
Masalah utamanya ada pada bagaimana pangan tersebut digunakan dan dibagi. Sejumlah pangan diproduksi, tidak untuk dimakan, namun diproses menjadi biofuel dan jumlah yang besar terbuang di meja makan kita sehari-hari. Peningkatan produksi dapat mengantarkan pada ketersediaan pangan yang banyak, namun isu mengenai distribusi yang merata dan keseimbangan antara pangan dan bahan bakar kemudian menjadi lebih penting saat ini.
Krisis pangan yang sedang terjadi mengingatkan kita bahwa isu ketahanan pangan adalah isu permasalahan sosial dan merupakan permasalahan ekonomi. Dalam kasus Indonesia, kebijakan di bidang pertanian saat ini telah menghasilkan beberapa poin yang beralasan mengenai swasembada beberapa pangan utama, mengembangkan diversifikasi pangan, meningkatkan kapasitas dan efisiensi yang produktif, dan kebijakan-kebijakan ini juga telah mampu meningkatkan standar kehidupan bagi sejumlah penduduk.
Negara seperti Indonesia telah membuat perkembangan yang signifikan dalam usaha mengurangi kemiskinan sejak krisis finansial Asia di tahun 1998, dan dengan pengembangan produktivitas di bidang pertanian, Indonesia telah memperoleh predikat sebagai salah satu negara yang mengalami perkembangan di sektor pertanian tercepat.
Namun, saat ini dunia telah menjadi satu kesatuan yang rumit. Apa yang terjadi di luar mempengaruhi keadaan domestik Indonesia. Investasi di produksi pangan secara nyata perlu ditingkatkan untuk jangka waktu dekat dan panjang. Selain itu, pembatasan dunia terhadap ekspor pangan atau subsidi, terutama oleh negara-negara maju, perlu dimonitor karena mereka memainkan peranan yang krusial dalam mendorong harga pangan meningkat ke atas.
Terlebih lagi, kerja sama antara pemerintah dan organisasi internasional serta berbagai forum seperti WTO Doha Round dapat menghasilkan beberapa solusi jangka panjang bagi masalah ini. Panggilan terhadap kerja sama global di bidang pangan sudah mulai terdengar. Sejauh ini telah banyak yang dikatakan, namun begitu sedikit yang dilakukan.
Pesatnya pertumbuhan penduduk menuntut pemenuhan pangan yang sangat besar. US Census Bureau mencatat kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung) di Asia akan meningkat pesat dari 344 juta ton than 1997 menjadi 557 juta ton tahun 2020. Persoalan krisis pangan dunia yang ditandai kelangkaan pangan dan melonjaknya harga pangan di pasar internasional tahun 2008. Salah satunya disebabkan karena membumbungya permintaan pangan oleh kekuatan ekonomi baru Cina dan India dengan penduduk masing-masing 1 miliar jiwa.
Pertumbuhan penduduk yang pesat dan kegagalan program keluarga berencana di sejumlah negara memunculkan tantangan serius bagi penyediaan pangan penduduk dunia ke depan. Krisis pangan serta adanya kompetisi sengit penggunan lahan untuk pangan dan bahan bakar menjadi semacam lonceng peringatan yang harus dijawab oleh para pemimpin dunia.
Keprihatinan menyangkut tantangan penyediaan pangan dan daya dukung lingkungan dalam beberapa decade mendatang ini memunculkan sinyalmen adanya agenda negara maju, seperti AS dengan Tatanan Dunia Baru (New World Order) nya, untuk mengendalikan jumlah penduduk dalam rangka menjaga perdamaian dan stabilitas dunia.
2.2 Perkembangan Penduduk dan Ketersediaan Pangan di Indonesia
Tingkat pertambahan penduduk dihitung berdasarkan persentase kenaikan relative atau persentase penurunan relative dari jumlah penduduk neto per tahun yang bersumber dari pertambahan alami dan migrasi internasional neto. Pertambahan alami adalah selisih antara jumlah kelahiran dengan jumlah kematian di suatu Negara (selisih antara fertilitas dengan mortalitas). Migrasi internasional neto adalah selisih antara jumlah penduduk yang beremigrasi dengan yang berimigrasi. Laju pertumbuhan penduduk Negara dunnia ketiga hamper sepenuhnya dihitung berdasarkan angka pertambahan alami.Total tingkat fertilitas atau total fertility rate adalah rata-rata jumlah anak yang akan dimiliki seorang wanita dengan mengasumsikan bahwa tingkat kelahiran saat ini tetap konstan selama masa produktif wanita tersebut.
Penyebab utama perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang bertumpu pada perbedaan tingkat kelahiran. Kesenjangan tingkat kematian antara Negara-negara maju dan berkembang semakin lama semakin kecil. Penyebab utamanya adalah membaiknya kondisi kesehatan di seluruh Negara-negara dunia ketiga. Bagi kebanyakan Negara berkembang, tingkat kematian bayi telah mengalami penurunan besar selama beberapa decade terakhir sehingga harapan hidup menjadi lebih lama
Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun selalu bertambah. Perubahan jumlah penduduk ini disebut sebaagi pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk adalah bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah atau negara dalam kurun waktu tertentu.Tingkat pertumbuhan penduduk di negara kita masih termasuk tinggi.
Pengukuran laju pertumbuhan penduduk yaitu :
Rate of natural increase (pertumbuhan penduduk alami)
Pt = Po + ( B – D) + (Mi – Mo)
Pertumbuhan Geometri
Pt = Po. (1+r) n
Pertumbuhan Eksponential
Pt = Po. e r. n
Keterangan :
– Pt : jumlah penduduk pada waktu sesudahnya (P=population)
– Po : jumlah penduduk pada waktu terdahulu (awal)
– B : kelahiran yang terjadi pada jangka waktu antara kedua kejadian tersebut (B=Birth)
– D : Jumlah kematian yang terjadi pada jangka (Death=mati)
– Mi : migrasi masuk pada jangka waktu yang sama (M=migration)
– Mo :migrasi keluar pada jangka waktu yang sama
– r : angka pertumbuhan penduduk (r=rate)
– n : lamanya waktu antara Po dengan Pt (n=number)
– e : angka eksponential = 2,71828 (e=eksponential/pangkat)
Pertumbuhan penduduk di suatu daerah/negara disebabkan oleh faktor-faktor demografi
1. Angka kelahiran, fertilitas, natalitas/birth rate
2. Angka kematian, mortalitas/death rate.
3. Migrasi masuk (imigrasi) yaitu masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan (area of destination)
4. Migrasi keluar (emigrasi) yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal (area of origin)
Sebuah fakta yang mengejutkan, hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010 ternyata mencapai angka 237,6 juta jiwa. Tingkat pertumbuhannya pun yang menyentuh angka 1,49 persen per tahun ternyata meleset dari perkiraan sebelumnya. Angka ini memang sebuah statistik, tetapi bukan sekedar statistik karena memiliki makna penting dan implikasi yang serius. Makna penting dari angka ini adalah 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia jangan sampai menjadi beban tetapi harus menjadi modal pembangunan. Penduduk Indonesia harus memperoleh pendidikan agar cerdas, kreatif dan inovatif. Selain itumereka harus pula memperoleh pangan dan asupan gizi yang cukup agar sehat, serta memperoleh pencerahan agama dan budaya agar jujur dan amanah serta menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa. Statistik ini pun memiliki implikasi yang serius terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, mulai dari soal penyediaan pangan, energi, alokasi lahan permukiman hingga meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
Jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa telah menempatkan Indonesia sebagai negara keempat terbanyak jumlah penduduknya setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Indonesia menghadapi berbagai masalah kependudukan seperti ketidakmerataan persebarannya, piramida penduduk yang melebar, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih sangat rendah. Persoalan ketidakmerataan penyebaran penduduk cukup serius. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di pulau Jawa (57,49 persen) sementara luas lahannya hanya 7 persen dari luas Indonesia. Amat berbeda dengan penduduk luar Jawa khususnya di Indonesia Timur yang relatif jarang penduduknya dan mendiami lahan yang luas. Dampak lanjutannya adalah terkait masalah ekonomi yakni ketimpangan antar-wilayah, antar-sektor dan kemiskinan. Ketimpangan distribusi: Jawa dan luar Jawa, kota dan perdesaan serta ketimpangan pertumbuhan antara kota-kota metropolitan dan kota menengah kecil memiliki implikasi yang luas terhadap penyediaan infrastruktur, perumahan, fasilitas sosial-ekonomi, dan khususnya terkait dengan penyediaan pangan, kecukupan pemenuhan kebutuhan energi, dan kerusakan lingkungan hidup.
Masalah jumlah penduduk yang besar ini tak hanya sekedar persoalan ekonomi, sosial dan lingkungan melainkan juga terkait dengan persoalan politik dan idiologis. Secara politik jumlah penduduk yang tinggi tanpa adanya langkah penanganan dan antisipasi yang serius khususnya yang terkait dengan pangan, energi, lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan akan berimplikasi pada ancaman kedaulatan bangsa dan ketahanan nasional. Krisis politik yang dibarengi krisis ekonomi, ancaman kelaparan akibat kekurangan pangan & pasokan energi serta lingkungan hidup berpotensi menghancurkan eksistensi sebuah Negara.
Besarnya jumlah penduduk terkait langsung dengan jumlah penyediaan pangan, pertumbuhan penduduk yang sangat pesat menuntut pemenuhan pangan yang sangat besar pula. Dibutuhkan sedikitnya 130kg beras untuk setiap orang per tahunnya. Belum maksimalnya penyediaan pangan yang ditandai dengan besarnya impor kebutuhan pangan saat ini, menjadi pertanda yang serius bagi kita agar memiliki perhatian pada persoalam penyediaan pangan di negara tercinta ini.
Indonesia sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dan memliki lahan pertanian yang sangat luas. Departemen Pertanian mencatat Indonesia memiliki kurang lebih 30 juta hektar lahan pertanian. Selain itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga mencatat curah hujan di Indonesia sangat tinggi dengan rata-rata 2.000-3.000 milimeter per tahun yang mengakibatkan ketersediaan air yang sangat melimpah. Dengan demikian Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara yang terdepan dalam dunia pertanian. Banyak hal yang akan menunjang kemajuan bidang pertanian antara lain benih yang berkualitas, nutrisi tanaman dan pestisida. Dengan tersedianya nutrisi tanaman yang mencukupi dengan kualitas yang baik akan memberikan dampak yang besar bagi para pelaku bidang pertanian, yang nantinya kita semua akan merasakan manfaatnya. Pada tahun 1960, kita semua mulai mengenal Revolusi Hijau yang dipelopori oleh Ford dan Rockefeller Foundation dengan ditemukannya teknologi pupuk Nitrogen, Phosporus, dan Kalium yang memungkinkan membantu perkembangan pertanian. Namun 40 tahun setelah Revolusi Hijau, dunia mulai mencari alternatif lain dibidang pupuk atau nutrisi tanaman yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Peran pemerintah sangat besar dalam mengatasi masalah pangan ini. Tiap bidang mempunyai upaya yang dapat dilakukan, antara lain :
Pertanian
Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan intensifikasi.
Memberdayakan petani dan pangan local.
Diversivikasi produk pangan.
Mengembangkan benih pangan local yang tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim.
Kelautan & Perikanan
Meningkatkan produksi pangan protein dari ikan yang bersumber dari laut dan perikanan darat.
Diversifikasi produk perikanan pangan local.
Meningkatkan produksi non-ikan (garam) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kehutanan
Mengembangkan budidaya pangan local yang bersumber dari hutan.
Mengidentifikasi potensi pangan alternatif dari tanaman dalam kawasan hutan.
Energi dan Sumber Daya Alam
Mengembangkan sumber pangan potensial untuk energi terbarukan dari laut dan darat (bioetanol).
Pengembangan system transportasi pangan yang hemat energy dan murah.
Lingkungan Hidup
Mengkonservasi sumber pangan lokal dan sumber plasma nuftah.
Mendorong pengembangan pola pertanian ramah lingkungan dan adaptit terhadap perubahan iklim.
Angka 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia, bukanlah sekadar pertambahan jumlah penduduk yang cukup dipandang sebelah mata. Angka 237,6 juta jiwa bisa berubah jadi bencana yang “mengerikan” apabila kita tak pernah memikirkannya secara serius. Bila kita tak mampu menyediakan pangan yang cukup, maka angka 237,6 juta jiwa akan melahirkan bencana kelaparan masal. Demikian pula jika kita tak mampu menyediakan energi yang cukup karena sumber energi yang makin menipis dan kita tak mampu mengembangkan sumber energi terbarukan maka ancaman kekurangan listrik, kekurangan pupuk akibat tak adanya pasokan gas, hingga macetnya seluruh transportasi publik (darat, laut dan udara) akibat mahalnya bahan bakar akan menghadang di depan mata. Bila Negara tak mampu menyediakan infrastruktur kesehatan yang memadai untuk 237.6 juta jiwa rakyat Indonesia, maka ancaman berbagai penyakit medis akan siap menyerang rakyat. Juga, bila pemerintah tidak mampu menyediakan infrastruktur pendidikan yang memadai maka kualitas sumberdaya manusia akan rendah dan tidak dapat diharapkan untuk mampu membangun bangsa Indonesia.
Angka 237,6 juta jiwa juga mengharuskan Negara menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan dari tindakan destruktif manusia yang tak bertanggungjawab. Jika tidak maka rakyat Indonesia akan menghadapi bencana ekologis yang dahsyat mulai dari banjir, tsunami, tanah longsor, angin topan hingga ketidakseimbangan iklim akibat hancurnya ekosistem dan biosfir. Tabel 1 merupakan usulan bagaimana kementerian, antara lain pertanian, kelautan dan perikanan, energi dan sumberdaya mineral, kehutanan, dan lingkungan dapat berperan dalam mengantisipasi dampak negatif dari statistik 237,6 juta jiwa terutama ancaman bagi kehidupan rakyat Indonesia dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini dapat ditarik kesimpulan yaitu:
Tingkat pertumbuhan penduduk sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pangan karena ketidakmampuan penyediaan pangan dapat menjadi ancaman serius.
Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga penyediaan pangan termasuk masalah yang sangat kompleks.
Pengatasan masalah pangan dapat diatasi melalui beberapa bidang seperti pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, energy dan sumber daya mineral, dan lingkungan hidup.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan khususnya kepada pemerintah Indonesia sebagai para penentu kebijakan ialah agar dengan serius melihat perkembangan penduduk di Indonesia yang tergolong besar sebagai salah satu masalah penting yang sangat mempengaruhi stabilitas negara, contohnya pada ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan yang cukup tentu akan membantu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Daftar Pustaka
http://bataviase.co.id/node/769846
http://www.ciptaindonesiaindah.com/tentang-kamiKetahanan Pangan Terancam
http://gembelzblog.blogspot.com/2011/01/pertumbuhan-penduduk-dunia.html
http://c-tinemu.blogspot.com/2011/06/mengatasi-krisis-pangan.html
http://akuinginhijau.org/2011/08/14/ketahanan-pangan-terancam/
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari waktu ke waktu, ilmu pengetahuan selalu berkembang diseluruh dunia baik dalam bidang teknologi informasi, teknologi industri, energi, kesehatan, biologi, kimia, pertanian, transportasi, dan lain sebagainya. Pengembangan ilmu pengetahuan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Segala hal diupayakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Saat ini, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan pangan merupakan hal yang sangat penting.
Tingkat pertumbuhan penduduk dan ketersediaan pangan memiliki hubungan yang sangat erat. Pertumbuhan penduduk dalam sebuah negara harus diimbangi dengan meningkatnya jumlah ketersediaan pangan bagi para penduduknya. Thomas Robert Malthus (1798) telah memprediksi bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan penyediaan pangan yang memadai bagi penduduknya. Malthus dalam teorinya mengungkapkan bahwa peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kekurangan pangan. Sehingga diperlukan suatu usaha yang maksimal untuk menciptakan sebuah keseimbangan antara tingkat pertumbuhan penduduk dan ketersediaan pangan.
Begitupun jumlah penduduk Indonesia yang melonjak cukup pesat harus menjadi perhatian pemerintah. Pertumbuhan penduduk pasti mempengaruhi ketahanan pangan. Suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menjadi pemicu utama lahirnya persoalan pangan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
Apakah hubungan antara perkembangan penduduk dengan ketersediaan pangan ?
Bagaimana perkembangan penduduk dan ketersediaan pangan di Indonesia ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat yang diharapkan melalui makalah ini adalah :
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hubungan antara perkembangan penduduk dengan ketersediaan pangan.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan penduduk dan ketersediaan pangan di Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hubungan antara Perkembangan Penduduk dan Ketersediaan Pangan
Dalam publikasi terbaru yang diterbitkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) PBB mengenai “indeks harga makanan”, indeks yang mengukur perubahan harga sekeranjang komoditas pangan dunia secara bulanan, secara jelas menunjukkan bahwa harga komoditas tersebut mengalami kenaikan terus-menerus dalam beberapa tahun terakhir di berbagai belahan dunia.
Harga pangan dianggap sebagai “tsunami bisu” yang akan mempengaruhi kehidupan jutaan orang, karena tampaknya era makanan murah telah berakhir dan beban dari harga-harga baru ini akan semakin membuat dunia “tenggelam” seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia.
Meningkatnya harga pangan ini secara nyata bertepatan dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai ketersediaan pangan dunia pada indeks harga berapa pun. Hal ini mengkhawatirkan terutama bagi negara-negara berkembang di mana sejumlah lapisan masyarakat yang paling rentan semakin dihadapkan pada ketidakpastian apakah mereka mampu memperoleh makanan berikutnya atau tidak.
Keluarga miskin yang pendapatannya terbatas cenderung menghabiskan sebagian besar pendapatannya pada makanan, dan karena kenaikan harga pangan tidak disertai dengan kenaikan upah, akibatnya kaum miskin sering menjadi pihak yang harus membayar konsekuensi tertinggi akibat kenaikan harga tersebut.
Beberapa faktor berkontribusi terhadap kenaikan harga pangan saat ini. Kenaikan jumlah populasi dunia secara keseluruhan mengindikasikan akan bertambahnya jumlah individu yang harus diberi makan, kenaikan permintaan jumlah makanan dan kualitas makanan yang lebih baik dari negara-negara seperti India atau China.
Seiring dengan semakin meningkatnya kualitas kehidupan mereka, pergeseran global ke arah konsumsi makanan yang berprotein tinggi (lebih mahal untuk diproduksi), meningkatnya penggunaan biofuel yang menghapus sejumlah lahan untuk pertanian dan mengurangi kuantitas lahan yang digunakan untuk pangan secara keseluruhan, berkembangnya isu mengenai perubahan iklim, kegagalan panen dan penurunan produktivitas pertanian seiring dengan semakin banyaknya penduduk yang pindah ke kota dan mencari pekerjaan di sektor non-pertanian.
Kecenderungan-kecenderungan ini terlihat relevan untuk jangka waktu dekat maupun panjang dan hal ini mengindikasikan bahwa harga pangan akan cenderung terus meningkat, tidak akan menurun seiring waktu berjalan. Dengan tidak adanya solusi yang cukup untuk mengatasi isu ini sekarang, pada akhirnya kelaparan akan menjadi isu yang paling penting di seluruh dunia untuk beberapa tahun ke depan.
Meningkatnya kekhawatiran terhadap harga pangan dan bagaimana hal ini berdampak pada tingkat kemiskinan dan pembangunan, terbukti oleh kerusuhan dan revolusi yang terjadi di Timur Tengah. Harga pangan merupakan pendorong terjadinya kerusuhan sosial yang menyebar di Tunisia dan selanjutnya berkembang menjadi isu di beberapa negara lain. Tingginya harga pangan menyebabkan jutaan orang jatuh ke jurang kemiskinan, mengakibatkan kerusuhan, ketidakstabilan ekonomi dan meruntuhkan kekuasaan pemerintah di negara-negara berkembang tersebut.
Permasalahan ketahanan pangan, di antara yang lainnya, merupakan salah satu isu sentral dari peringatan ke-20 tahun World Economic Forum (WEF) yang dilangsungkan di Jakarta pertengahan Juni ini, di mana pemerintah, pebisnis, dan pemangku kebijakan menggarisbawahi kebutuhan akan adanya usaha keras untuk mengembangkan solusi yang berkelanjutan mengenai masalah ketahanan pangan global.
Permasalahan ketahanan pangan, di antara yang lainnya, merupakan salah satu isu sentral dari peringatan ke-20 tahun World Economic Forum (WEF) yang dilangsungkan di Jakarta pertengahan Juni ini, di mana pemerintah, pebisnis, dan pemangku kebijakan menggarisbawahi kebutuhan akan adanya usaha keras untuk mengembangkan solusi yang berkelanjutan mengenai masalah ketahanan pangan global.
Akan tetapi, hal yang dapat menjadi sebuah kejutan adalah ketika WEF tidak berupaya menambah produksi pangan secara keseluruhan, karena pada dasarnya dunia saat ini telah memproduksi pangan lebih dari cukup untuk setiap orang.
Masalah utamanya ada pada bagaimana pangan tersebut digunakan dan dibagi. Sejumlah pangan diproduksi, tidak untuk dimakan, namun diproses menjadi biofuel dan jumlah yang besar terbuang di meja makan kita sehari-hari. Peningkatan produksi dapat mengantarkan pada ketersediaan pangan yang banyak, namun isu mengenai distribusi yang merata dan keseimbangan antara pangan dan bahan bakar kemudian menjadi lebih penting saat ini.
Krisis pangan yang sedang terjadi mengingatkan kita bahwa isu ketahanan pangan adalah isu permasalahan sosial dan merupakan permasalahan ekonomi. Dalam kasus Indonesia, kebijakan di bidang pertanian saat ini telah menghasilkan beberapa poin yang beralasan mengenai swasembada beberapa pangan utama, mengembangkan diversifikasi pangan, meningkatkan kapasitas dan efisiensi yang produktif, dan kebijakan-kebijakan ini juga telah mampu meningkatkan standar kehidupan bagi sejumlah penduduk.
Negara seperti Indonesia telah membuat perkembangan yang signifikan dalam usaha mengurangi kemiskinan sejak krisis finansial Asia di tahun 1998, dan dengan pengembangan produktivitas di bidang pertanian, Indonesia telah memperoleh predikat sebagai salah satu negara yang mengalami perkembangan di sektor pertanian tercepat.
Namun, saat ini dunia telah menjadi satu kesatuan yang rumit. Apa yang terjadi di luar mempengaruhi keadaan domestik Indonesia. Investasi di produksi pangan secara nyata perlu ditingkatkan untuk jangka waktu dekat dan panjang. Selain itu, pembatasan dunia terhadap ekspor pangan atau subsidi, terutama oleh negara-negara maju, perlu dimonitor karena mereka memainkan peranan yang krusial dalam mendorong harga pangan meningkat ke atas.
Terlebih lagi, kerja sama antara pemerintah dan organisasi internasional serta berbagai forum seperti WTO Doha Round dapat menghasilkan beberapa solusi jangka panjang bagi masalah ini. Panggilan terhadap kerja sama global di bidang pangan sudah mulai terdengar. Sejauh ini telah banyak yang dikatakan, namun begitu sedikit yang dilakukan.
Pesatnya pertumbuhan penduduk menuntut pemenuhan pangan yang sangat besar. US Census Bureau mencatat kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung) di Asia akan meningkat pesat dari 344 juta ton than 1997 menjadi 557 juta ton tahun 2020. Persoalan krisis pangan dunia yang ditandai kelangkaan pangan dan melonjaknya harga pangan di pasar internasional tahun 2008. Salah satunya disebabkan karena membumbungya permintaan pangan oleh kekuatan ekonomi baru Cina dan India dengan penduduk masing-masing 1 miliar jiwa.
Pertumbuhan penduduk yang pesat dan kegagalan program keluarga berencana di sejumlah negara memunculkan tantangan serius bagi penyediaan pangan penduduk dunia ke depan. Krisis pangan serta adanya kompetisi sengit penggunan lahan untuk pangan dan bahan bakar menjadi semacam lonceng peringatan yang harus dijawab oleh para pemimpin dunia.
Keprihatinan menyangkut tantangan penyediaan pangan dan daya dukung lingkungan dalam beberapa decade mendatang ini memunculkan sinyalmen adanya agenda negara maju, seperti AS dengan Tatanan Dunia Baru (New World Order) nya, untuk mengendalikan jumlah penduduk dalam rangka menjaga perdamaian dan stabilitas dunia.
2.2 Perkembangan Penduduk dan Ketersediaan Pangan di Indonesia
Tingkat pertambahan penduduk dihitung berdasarkan persentase kenaikan relative atau persentase penurunan relative dari jumlah penduduk neto per tahun yang bersumber dari pertambahan alami dan migrasi internasional neto. Pertambahan alami adalah selisih antara jumlah kelahiran dengan jumlah kematian di suatu Negara (selisih antara fertilitas dengan mortalitas). Migrasi internasional neto adalah selisih antara jumlah penduduk yang beremigrasi dengan yang berimigrasi. Laju pertumbuhan penduduk Negara dunnia ketiga hamper sepenuhnya dihitung berdasarkan angka pertambahan alami.Total tingkat fertilitas atau total fertility rate adalah rata-rata jumlah anak yang akan dimiliki seorang wanita dengan mengasumsikan bahwa tingkat kelahiran saat ini tetap konstan selama masa produktif wanita tersebut.
Penyebab utama perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang bertumpu pada perbedaan tingkat kelahiran. Kesenjangan tingkat kematian antara Negara-negara maju dan berkembang semakin lama semakin kecil. Penyebab utamanya adalah membaiknya kondisi kesehatan di seluruh Negara-negara dunia ketiga. Bagi kebanyakan Negara berkembang, tingkat kematian bayi telah mengalami penurunan besar selama beberapa decade terakhir sehingga harapan hidup menjadi lebih lama
Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun selalu bertambah. Perubahan jumlah penduduk ini disebut sebaagi pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk adalah bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah atau negara dalam kurun waktu tertentu.Tingkat pertumbuhan penduduk di negara kita masih termasuk tinggi.
Pengukuran laju pertumbuhan penduduk yaitu :
Rate of natural increase (pertumbuhan penduduk alami)
Pt = Po + ( B – D) + (Mi – Mo)
Pertumbuhan Geometri
Pt = Po. (1+r) n
Pertumbuhan Eksponential
Pt = Po. e r. n
Keterangan :
– Pt : jumlah penduduk pada waktu sesudahnya (P=population)
– Po : jumlah penduduk pada waktu terdahulu (awal)
– B : kelahiran yang terjadi pada jangka waktu antara kedua kejadian tersebut (B=Birth)
– D : Jumlah kematian yang terjadi pada jangka (Death=mati)
– Mi : migrasi masuk pada jangka waktu yang sama (M=migration)
– Mo :migrasi keluar pada jangka waktu yang sama
– r : angka pertumbuhan penduduk (r=rate)
– n : lamanya waktu antara Po dengan Pt (n=number)
– e : angka eksponential = 2,71828 (e=eksponential/pangkat)
Pertumbuhan penduduk di suatu daerah/negara disebabkan oleh faktor-faktor demografi
1. Angka kelahiran, fertilitas, natalitas/birth rate
2. Angka kematian, mortalitas/death rate.
3. Migrasi masuk (imigrasi) yaitu masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan (area of destination)
4. Migrasi keluar (emigrasi) yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal (area of origin)
Sebuah fakta yang mengejutkan, hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010 ternyata mencapai angka 237,6 juta jiwa. Tingkat pertumbuhannya pun yang menyentuh angka 1,49 persen per tahun ternyata meleset dari perkiraan sebelumnya. Angka ini memang sebuah statistik, tetapi bukan sekedar statistik karena memiliki makna penting dan implikasi yang serius. Makna penting dari angka ini adalah 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia jangan sampai menjadi beban tetapi harus menjadi modal pembangunan. Penduduk Indonesia harus memperoleh pendidikan agar cerdas, kreatif dan inovatif. Selain itumereka harus pula memperoleh pangan dan asupan gizi yang cukup agar sehat, serta memperoleh pencerahan agama dan budaya agar jujur dan amanah serta menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa. Statistik ini pun memiliki implikasi yang serius terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, mulai dari soal penyediaan pangan, energi, alokasi lahan permukiman hingga meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
Jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa telah menempatkan Indonesia sebagai negara keempat terbanyak jumlah penduduknya setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Indonesia menghadapi berbagai masalah kependudukan seperti ketidakmerataan persebarannya, piramida penduduk yang melebar, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih sangat rendah. Persoalan ketidakmerataan penyebaran penduduk cukup serius. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di pulau Jawa (57,49 persen) sementara luas lahannya hanya 7 persen dari luas Indonesia. Amat berbeda dengan penduduk luar Jawa khususnya di Indonesia Timur yang relatif jarang penduduknya dan mendiami lahan yang luas. Dampak lanjutannya adalah terkait masalah ekonomi yakni ketimpangan antar-wilayah, antar-sektor dan kemiskinan. Ketimpangan distribusi: Jawa dan luar Jawa, kota dan perdesaan serta ketimpangan pertumbuhan antara kota-kota metropolitan dan kota menengah kecil memiliki implikasi yang luas terhadap penyediaan infrastruktur, perumahan, fasilitas sosial-ekonomi, dan khususnya terkait dengan penyediaan pangan, kecukupan pemenuhan kebutuhan energi, dan kerusakan lingkungan hidup.
Masalah jumlah penduduk yang besar ini tak hanya sekedar persoalan ekonomi, sosial dan lingkungan melainkan juga terkait dengan persoalan politik dan idiologis. Secara politik jumlah penduduk yang tinggi tanpa adanya langkah penanganan dan antisipasi yang serius khususnya yang terkait dengan pangan, energi, lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan akan berimplikasi pada ancaman kedaulatan bangsa dan ketahanan nasional. Krisis politik yang dibarengi krisis ekonomi, ancaman kelaparan akibat kekurangan pangan & pasokan energi serta lingkungan hidup berpotensi menghancurkan eksistensi sebuah Negara.
Besarnya jumlah penduduk terkait langsung dengan jumlah penyediaan pangan, pertumbuhan penduduk yang sangat pesat menuntut pemenuhan pangan yang sangat besar pula. Dibutuhkan sedikitnya 130kg beras untuk setiap orang per tahunnya. Belum maksimalnya penyediaan pangan yang ditandai dengan besarnya impor kebutuhan pangan saat ini, menjadi pertanda yang serius bagi kita agar memiliki perhatian pada persoalam penyediaan pangan di negara tercinta ini.
Indonesia sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dan memliki lahan pertanian yang sangat luas. Departemen Pertanian mencatat Indonesia memiliki kurang lebih 30 juta hektar lahan pertanian. Selain itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga mencatat curah hujan di Indonesia sangat tinggi dengan rata-rata 2.000-3.000 milimeter per tahun yang mengakibatkan ketersediaan air yang sangat melimpah. Dengan demikian Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara yang terdepan dalam dunia pertanian. Banyak hal yang akan menunjang kemajuan bidang pertanian antara lain benih yang berkualitas, nutrisi tanaman dan pestisida. Dengan tersedianya nutrisi tanaman yang mencukupi dengan kualitas yang baik akan memberikan dampak yang besar bagi para pelaku bidang pertanian, yang nantinya kita semua akan merasakan manfaatnya. Pada tahun 1960, kita semua mulai mengenal Revolusi Hijau yang dipelopori oleh Ford dan Rockefeller Foundation dengan ditemukannya teknologi pupuk Nitrogen, Phosporus, dan Kalium yang memungkinkan membantu perkembangan pertanian. Namun 40 tahun setelah Revolusi Hijau, dunia mulai mencari alternatif lain dibidang pupuk atau nutrisi tanaman yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Peran pemerintah sangat besar dalam mengatasi masalah pangan ini. Tiap bidang mempunyai upaya yang dapat dilakukan, antara lain :
Pertanian
Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan intensifikasi.
Memberdayakan petani dan pangan local.
Diversivikasi produk pangan.
Mengembangkan benih pangan local yang tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim.
Kelautan & Perikanan
Meningkatkan produksi pangan protein dari ikan yang bersumber dari laut dan perikanan darat.
Diversifikasi produk perikanan pangan local.
Meningkatkan produksi non-ikan (garam) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kehutanan
Mengembangkan budidaya pangan local yang bersumber dari hutan.
Mengidentifikasi potensi pangan alternatif dari tanaman dalam kawasan hutan.
Energi dan Sumber Daya Alam
Mengembangkan sumber pangan potensial untuk energi terbarukan dari laut dan darat (bioetanol).
Pengembangan system transportasi pangan yang hemat energy dan murah.
Lingkungan Hidup
Mengkonservasi sumber pangan lokal dan sumber plasma nuftah.
Mendorong pengembangan pola pertanian ramah lingkungan dan adaptit terhadap perubahan iklim.
Angka 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia, bukanlah sekadar pertambahan jumlah penduduk yang cukup dipandang sebelah mata. Angka 237,6 juta jiwa bisa berubah jadi bencana yang “mengerikan” apabila kita tak pernah memikirkannya secara serius. Bila kita tak mampu menyediakan pangan yang cukup, maka angka 237,6 juta jiwa akan melahirkan bencana kelaparan masal. Demikian pula jika kita tak mampu menyediakan energi yang cukup karena sumber energi yang makin menipis dan kita tak mampu mengembangkan sumber energi terbarukan maka ancaman kekurangan listrik, kekurangan pupuk akibat tak adanya pasokan gas, hingga macetnya seluruh transportasi publik (darat, laut dan udara) akibat mahalnya bahan bakar akan menghadang di depan mata. Bila Negara tak mampu menyediakan infrastruktur kesehatan yang memadai untuk 237.6 juta jiwa rakyat Indonesia, maka ancaman berbagai penyakit medis akan siap menyerang rakyat. Juga, bila pemerintah tidak mampu menyediakan infrastruktur pendidikan yang memadai maka kualitas sumberdaya manusia akan rendah dan tidak dapat diharapkan untuk mampu membangun bangsa Indonesia.
Angka 237,6 juta jiwa juga mengharuskan Negara menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan dari tindakan destruktif manusia yang tak bertanggungjawab. Jika tidak maka rakyat Indonesia akan menghadapi bencana ekologis yang dahsyat mulai dari banjir, tsunami, tanah longsor, angin topan hingga ketidakseimbangan iklim akibat hancurnya ekosistem dan biosfir. Tabel 1 merupakan usulan bagaimana kementerian, antara lain pertanian, kelautan dan perikanan, energi dan sumberdaya mineral, kehutanan, dan lingkungan dapat berperan dalam mengantisipasi dampak negatif dari statistik 237,6 juta jiwa terutama ancaman bagi kehidupan rakyat Indonesia dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini dapat ditarik kesimpulan yaitu:
Tingkat pertumbuhan penduduk sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pangan karena ketidakmampuan penyediaan pangan dapat menjadi ancaman serius.
Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga penyediaan pangan termasuk masalah yang sangat kompleks.
Pengatasan masalah pangan dapat diatasi melalui beberapa bidang seperti pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, energy dan sumber daya mineral, dan lingkungan hidup.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan khususnya kepada pemerintah Indonesia sebagai para penentu kebijakan ialah agar dengan serius melihat perkembangan penduduk di Indonesia yang tergolong besar sebagai salah satu masalah penting yang sangat mempengaruhi stabilitas negara, contohnya pada ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan yang cukup tentu akan membantu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Daftar Pustaka
http://bataviase.co.id/node/769846
http://www.ciptaindonesiaindah.com/tentang-kamiKetahanan Pangan Terancam
http://gembelzblog.blogspot.com/2011/01/pertumbuhan-penduduk-dunia.html
http://c-tinemu.blogspot.com/2011/06/mengatasi-krisis-pangan.html
http://akuinginhijau.org/2011/08/14/ketahanan-pangan-terancam/
Komentar
Posting Komentar